ASUHAN
KEPERAWATAN PASIEN KANKER
DENGAN PEMBERIAN KEMOTERAPI
By
: Ali Faoji, S.Kep, Ns
A. Pendahuluan
Penyakit kanker
merupakan salah satu penyakit yang paling menakutkan dan mencemaskan bagi
setiap orang. Pasien yang menderita kanker akan menjalani perawatan yang lama,
prosedur pemeriksaan yang berbagai macam dan efek pengobatan yang tidak
menyenangkan. Belum lagi dampak sosial ekonomi yang bukan hanya ditanggung
pasien tapi juga keluarganya. Dari sisi psikologis dan spiritual pasien juga
tentunya terganggu, bahkan sebagian orang menganggap diagnosa kanker seolah
menjadi ‘vonis mati’ bagi dirinya.
Semakin lama penderita kanker semakin meningkat.
Untuk prevalensi penyakit kanker di Indonesia,
secara keseluruhan memiliki persentase 1,4 per seribu penduduk atau sama dengan
330 ribu orang. Dengan perincian menurut provinsi, posisi paling tinggi
terdapat di DI Yogyakarta dengan 4,1‰, lalu di Jawa tengah dengan 2,1‰, diikuti
oleh bali dengan 2‰, dan DKI Jakarta serta Bengkulu masing-masing 1,9‰.
(Riskesdas 2013). Namun karena registrasi kanker di negara kita belum berjalan
dengan baik, maka angka sesungguhnya kemungkinan lebih tinggi.
Menurut Sistem Informasi Rumah Sakit
(SIRS) tahun 2010, Jumlah pasien kanker payudara merupakan yang paling tinggi
yaitu 12.014 orang, disusul oleh pasien kanker serviks 5.349 orang, pasien
kanker darah (Leukemia) 4.342 orang, pasien kanker lipoma 3.486 orang dan
pasien kanker paru-paru sebanyak 3.244 orang. Perempuan lebih banyak terkena kanker dibanding pada
laki-laki, pada perempuan persentasenya mencapai angka 2,2‰ sedangkan pada
laki-laki hanya berada pada angka 0,6‰
B. Definisi Kemoterapi
Secara bahasa kemoterapi berasal dari kata ‘chemical’ (kimia)
dan therapy (pengobatan) artinya pengobatan dengan menggunakan zat-zat kimia.
Namun secara istilah kemoterapi adalah pengobatan pada penyakit kanker dengan
menggunakan preparat anti neoplastik yang berkhasiat membunuh dan menghambat
pertumbuhan sel-sel kanker dengan mengganggu metabolisme dan reproduksi
seluler. Obat-obat kemoterapi umumnya disebut obat sitostatika.
Kemoterapi banyak dilakukan sebagai salah
satu modalitas terapi kanker disamping pembedahan (surgery) dan radioterapi.
Namun tidak seperti pembedahan/ radioterapi yang bersifat lokal, kemoterapi
bersifat sistemik karena beredar ke seluruh sistem tubuh. Kerugian pemberian
kemoterapi adalah karena selain membunuh sel-sel kanker, juga akan merusak sel-sel
sehat yang berproliferasi secara cepat seperti folikel rambut, mukosa, produksi
sel-sel darah di sumsum tulang dan organ reproduksi. Inilah yang menimbulkan
berbagai efek samping seperti kerontokan rambut, sariawan, diare, pansitopenia
dan infertilitas. Namun sebagian besar efek samping tersebut bersifat sementara
selama masa pengobatan.
Pada sejarah awalnya penggunaan
kemoterapi hanya digunakan satu jenis sitostatika, namun dalam perkembangannya
kini digunakan kombinasi sitostatika atau disebut regimen kemoterapi, dalam
usaha meningkatkan efektifitas pengobatan. Penggunaan obat kombinasi ini
apabila sudah melalui riset mengenai khasiat dan efek sampingnya dan disahkan
oleh kementerian kesehatan di suatu negara maka akan menjadi regimen standar
negara tersebut, sedangkan bila masih dalam penelitian disebut regimen
kemoterapi dalam uji klinik (clinical trial)
C. Tujuan Kemoterapi
1. Membasmi sel-sel kanker sampai ke akar-akarnya, sampai ke
lokasi yang tidak terjangkau pisau bedah.
2. Mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan operasi
pengangkatan.
3. Mencegah metastase (penyebaran) kanker ke organ lain.
4. Mencegah sel kanker tumbuh kembali (rekuren).
5. Meringankan gejala akibat tumor (nyeri, luka bau, basah dll).
6. Memperbaiki kualitas hidup pasien.
Dokter onkologi biasanya merekomendasikan untuk dilakukan
kemoterapi sebagai :
1. Primary Treatment (Pengobatan Utama)
Kemoterapi
sebagai terapi utama missal pada kasus kanker non solid (hematologi) seperti
leukimia
2. Adjuvant
Kemoterapi
sebagai terapi tambahan dan diberikan setelah terapi utama misal pada kanker
payudara dilakukan setelah mastektomi.
3. Neo adjuvant
Kemoterapi
sebagai terapi tambahan dan diberikan sebelum terapi utama biasanya bertujuan
untuk mengecilkan ukuran tumor sebelum dilakukan pengangkatan.
4. Radiosensitizer
Kemoterapi
dilakukan sebelum radioterapi untuk meningkatkan efektifitasnya
D. Jenis Kemoterapi
1.
Inhibitor Mitosis
Inhibitor mitosis berasal dari divat alkaloid
tanaman dan produk alam lainnya. Kemoterapi jenis ini bekerja dengan cara
menghentikan proses mitosis dan menghambat reproduksi sel. Kemoterapi jenis ini
dapat digunakan untuk mengobati berbagai macam kanker.
2.
Antibiotik Antitumor
Antibiotik antitumor, seperti anthracyclines,
adalah antibiotik yang ditujukan untuk menyerang tumor. Kemoterapi jenis ini memiliki cara kerja dengan mempengaruhi
enzim yang terlibat dalam proses replikasi DNA. Namun menurut American Cancer
Society dosis tinggi anthracyclines dapat merusak jantung secara permanen.
3.
Agen Alkylating
Cara
kerja agen alkylating adalah dengan merusak DNA sel kanker secara langsung,
sehingga mencegah sel kanker berkembang biak dan efektif untuk semua fase
siklus sel. Agen Alkylating dapat digunakan untuk mengobati berbagai jenis
kanker, termasuk penyakit Hodgkin, multiple myeloma, leukemia akut dan kronis,
lymphoma, kanker paru-paru, kanker payudara, dan kanker ovarium.
4.
Antimetabolites
Antimetabolites
digunakan untuk mengobati berbagai jenis leukemia, serta tumor yang ditemukan
di saluran payudara, ovarium, dan usus. Cara kerja antimetabolites adalah
dengan merusak sel-sel kanker selama fase S, sehingga tidak memungkinkan sel
kanker untuk hidup atau berkembang.
5.
Kortikosteroid
Kortikosteroid
sering digunakan untuk mencegah muntah atau reaksi alergi yang berhubungan
dengan kemoterapi. Namun, American Cancer Society juga menyebutkan bahwa
kortikosteroid juga terkadang dapat digunakan untuk langsung membunuh sel
kanker atau memperlambat pertumbuhan sel kanker. Kemoterapi jenis ini terdiri
dari hormon alami dan obat yang menyerupai hormon.
E. Cara Pemberian
Kemoterapi
Obat kemoterapi dapat diberikan dengan cara :
1. Oral
Pemberian
per oral biasanya adalah obat Leukeran®, Alkeran®, Myleran®, Natulan®,
Puri-netol®, hydrea®, Tegafur®, Xeloda®, Gleevec®. Tekankan pentingnya untuk mengikuti
jadwal yang telah ditentukan.
2. Subcutan dan
Intramuskular
Pemberian
sub kutan sudah sangat jarang dilakukan, biasanya adalah L-Asparaginase, hal
ini sering dihindari karena resiko syok anafilaksis. Pemberian per IM juga
sudah jarang dilakukan, biasanya pemberian Bleomycin.
3. Topikal
Pakai sarung tangan dan pastikan untuk mencuci
tangan setelah prosedur. Hati-hati agar pasien tidak menyentuh area pemberian
salep topikal. Anjurkan pasien untuk memakai pakaian katun dan longgar.
4. Intra arterial.
Memerlukan penempatan kateter pada arteri yang
dekat dengan tumor, karena adanya tekanan arteri, berikan obat dalam larutan
yang dicampur heparin dengan mengunakan infus pump. Selama infus pantau
tanda-tanda vital, warna dan suhu ektremitas, dan kemungkinan perdarahan pada
tempat penusukan .
5. Intrakavitas
Masukkan obat kedalam kandung kemih melalui
kateter dan atau melalui selang dada ke dalam rongga pleura. Ikuti dosis premedikasi
yang telah ditentukan untuk meminimalkan kemungkinan iritasi lokal yang
disebabkan oleh obat-obat yang diberikan secara intrakavitas.
6. Intraperitoneal.
Berikan obat dalam rongga abdomen melalui port
yang ditanam (implantable) dan atau kateter suprapubik eksternal. Pantau pasien
terhadap tekanan abdomen, nyeri, demam dan status elektrolit. Ukur dan catat
lingkar perut selama 48 jam. Hangatkan larutan infus (dengan penghangat kering)
pada suhu 38 o C sebelum pemberian.
7. Intratekal.
Diberikan
ke dalam canalis medulla spinalis untuk memusnahkan tumor dalam cairan otak
(liquor cerebrospinalis) antara lain MTX, Ara.C. Obat diberikan melalui prosedur
pungsi lumbal. Volume obat yang dimasukkan adalah 15 cc atau kurang. Encerkan
obat dengan saline normal yang bebas pengawet. Obat harus disuntikkan
pelan-pelan pantau tanda vital dan keadaan umum setelah tindakan. Hanya dokter yang
boleh memberikan obat intratekal.
8. Intravena
Kebanyakan
sitostatika diberikan dengan cara ini, dapat berupa bolus IV pelan-pelan sekitar
2 menit, dapat pula per drip IV sekitar 30 – 120 menit, atau dengan
continous drip sekitar 24 jam dengan infusion pump upaya lebih akurat
tetesannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar